"tiadalah orang berilmu melainkan ketika ilmunya semakin bertambah ia semakin menunduk (rendah hati)"
Senin, 24 Juni 2013
Minggu, 23 Juni 2013
I closed my eyes with a pen and paper in front of me
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
I picked up the pen and started writing everything
I picked up the pen and started writing everything
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
When I opened my eyes again, all I saw was your name
When I opened my eyes again, all I saw was your name
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
***DE_AL**
Last night I hugged my pillow and dreamt of you
I wish that someday I'd dream about my pillow and I'd be hugging you.
The day I fell in love
with you is the day I knew what was truly true. The day I found you is
when I found myself, for you have help me become the best. You are mine
and I am yours and forever shall it be.
QUESTION TAGS
QUESTION TAGS
A.
Introduction
In
most languages, tag questions are more common in colloquial spoken usage than
in formal written usage. They can be an indicator of politeness, emphasize or irony.
They may suggest confidence or lack of confidence; they may be confrontational,
defensive or tentative. Although they have the grammatical form of a question,
they may differ from questions in that they do not expect an answer.
In
other cases, when they do expect a response, they may differ from
straightforward questions in that they cue the listener as to what response is
desired. In legal settings, tag questions can often be found in a leading question. In a tag question the
speaker make statement, but is not completely certain of the truth, so he or
she uses a tag question to verify the previous statement.
Sentences using tag
questions should have the main clause separated from the tag by a comma. The
sentence will always end with a question mark.
B.
The Rules of Question Tag
There are many rules of question tags such
us :
1.
Use
the same auxiliary verb as in the main clause. If there is no auxiliary, use
do, does, or did.
For example :
Tag question
with auxiliaries is, am, are, was, were. So, the question tag should be
repeated with the contrast form.
·
There are only
twenty-eight days in February, aren’t day ?
·
you are not
policeman, are you?
EXCEPTION :
If in the positive
statement, use to be am with subject I (I’m). So, in the question tag to be
must be changed with “are”.
For example : I’m a student,
aren’t I ?
If in the negative statement, use subject
“I’m”. so that in the question tag, to be “am” didn’t change.
For example : I’m not a servant,
am I?
Tag question without auxiliaries, which is the
focus of this study can further be subdivided into four structural types:
a. Reversed tag question
with positive form.
e.g. They like you, don't they?
e.g. They like you, don't they?
b. Reversed tag question with
negative form.
e.g. They don't like you, do they?
e.g. They don't like you, do they?
c. Direct tag question with positive form.
e.g. You do love him, do you?
e.g. You do love him, do you?
e.g. You don't love
him, don't you?
2.
if the main clause is
negative, the tag is affirmative; if the main clause is affirmative, the tag is
negative.
For
example :
·
Positive statement ->question
tag negative
- You are Tom, aren't you?
·
negative
statement->question tag positive
- He isn't Joe, is he?
·
Negative statement->question
tag positive
- It’s raining now, isn’t it ?
·
positive statement
-> question tag negative
- it isn’t raining
now, is it?
3.
Don’t change the
tense, the tag tense same with the tense in the sentence.
For example :
Present form
·
She types accurately, doesn’t she ?
Past form
·
He played well yesterday, didn’t he?
4.
Use the same subject in the main clause and the tag. The tag
must always contain the subject form of the pronoun.
For
example :
·
You and I talk with the professor yesterday, didn’t we ?
5.
Negative forms are usually contracted (n’t) . if they are not they follow the order auxiliary + subject +
not.
For
example :
·
He saw this yesterday, did he not?
6.
There is, there are, and it is forms contain a
pseudo-subject so the tag will also contain there or it as if it were a subject
pronoun.
For
example : there is an apple on the table, isn’t it?
7.
The verb have may be used as a main verb (I have a new car)
or it may be used as an auxiliary (john has gone to class already). When it
functions as a main verb in American English, the auxiliary forms do, does, or did must be used in tag.
For
example :
·
You have two children, don’t you?
·
She has not a new mobile phone, has she?
8. If there are
statements use auxiliary verb such us can,
may, should, would, will, shall, has, had except to be. Then the auxiliary verb should be repeated in the tag
question with a contrast form.
For
example :
·
she will invite us, won’t she?
C. Forms
1.
To be ( am, is, are )
e.g.
She is a doctor, isn’t it?
To
Have
e.g.
You have sent it, haven’t you?
e.g.
He has been here since 10 o’clock, hasn’t she ?
3.
Modal Auxiliaries
e.g.
you needn’t have put more sugar in my coffee, need you?
4.
Auxiliary verb and Modal auxiliary verbs
e.g.
they ought to go, oughtn’t they?
e.g.
he mustn’t go, must he?
e.g.
we should have foreseen the problems, shouldn’t we?
5.
Tag Question related to tenses
e.g.
He understand the lesson now, doesn’t he ?
e.g.
they didn’t go to cinema last night, did they ?
e.g.
the train had left before I arrived, hadn’t it ?
Bibliography
Hartanto, Jhon.
Accurate, Brief, and Clear English Grammar 1st edition.
Indah Surabaya Press. 1996. 560 p.
HARYONO, Drs Rudi.
Complete English Grammar.
Gitamedia Press. 2002. 302 p.
Jangan lupa like yaa????
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aliran
Progresivisme
Aliran Progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat
berpengaruh pada abad ke 20 ini. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebih
lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada
umumnya terdorong oleh aliran progresivisme ini.
Biasanya aliran progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup
liberal “The liberal road to culture”.[1] Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan
hidup yang mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : fleksibel ( tidak kaku,
tidak menolak perubahan, dan tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu),
curious ( ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded
(mempunyai hati terbuka).
B. Sifat – sifat
Aliran Progresivisme
Sifat – sifat umum aliran progresivisme dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok : (a) sifat –sifat negative, dan (b) sifat- sifat positif.
Sifat itu dikatakan negative dalam arti bahwa, progresivisme menolak
otoriterisme dan absolutism dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat
dalam agama, politik, etika, dan epistimologi. Positif dalam arti, bahwa
progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia,
kekuatan – kekuatan yang diwarisi oleh manusi sejak ia lahir – man’s natural
powers. Terutama yang dimaksud ialah kekuatan – kekuata manusi untuk terus –
menerus melawan dan mengatasi kekuatan – kekuatan, takhayul – takhayul dan
kegawatan – kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selamanya
mengancam.
Istilah filsafat yang biasanya dipakai untuk menggambarkan pandangan hidup
yang demikian disebut pragmatism. Dalam lapangan pendidikan lebih lazim dipakai
istilah – istilah “instumentalisme” dan “experimentalisme”. Dalam arti terbatas
pragmatisme adalah suatu teori pikir. Menurut John dewey pradmatisme ialah : “the
rule of referring all thinking……………… to consequences for final meaning and
test”,[2]) untuk
mengetahui apakah pikir itu benar, perlu dilihat hasil pikiran itu. Jika
pikiran itu berhasil, mempunyai arti bagi si pemikir, maka pikiran itu benar.
Ini berarti pragmatism, dipakai dalam arti yang luas, menurut Dewey. Akan
tetapi lazim juga istilah pragmatisme yaitu meliputi sekelompok keyakinan –
keyakinan filsafat mengenai alam dan
filsafat.
Progresivisme yakni bahwa manusia mempunyai kesanggupan – kesanggupan untuk
mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup meresapi rahasia – rahasia alam,
sanggup menguasai alam. Akan tetapi di samping keyakinan – keyakinan ini ada
juga kesangsian. Dapatkah manusia menggunakan kecakapannya dalam ilmu – ilmu
pengetahuan alam, juga dalam ilmu pengetahuan social? Dalam masyarakat social?
Dalam hubungannya sesama manusia? Pragmatisme ( dan progresivisme) yakni bahwa
manusi mempunyai kesanggupan itu dalam hal ini, di sini timbul sedikit
kesangsian. Tetapi, meskipun demikian progresivisme tetap bersikap optimis,
tetap percaya bahwa manusia dapat menguasai seluruh lingkungannya, lingkungan
alam dan lingkungan social.
Maka tugas tugas pendidikan menurut pragmatisme, ialah meneliti sejelas – jelasnya kesanggupan
– kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan – kesanggupan itu dalam pekerjaan
praktis. Yang dimaksud di sini ialah, bahwa manusia hendaknya mempekerjakan ide
– ide atau pikiran – pikirannya. Manusia tidak hendaknya berfikir melulu untuk
kesenangan berfikir saja, manusia hendaknya berfikir untuk berbuat. Pragmatisme
menolak “pure intellectulisme”. Bagi para pragmatisme, jiwa dan pikiran manusia
dipakai menghadapi tugas hidup yang maha besar. Pragmatisme menolak pendapat,
bahwa manusia itu tidak berdaya ; bahwa manusia hanya dapat menyerah saja
kepada kekuatan – kekuatan yang ada
dalam lingkungannya. Pragmatisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat kebudayaan yang paling baik.
Bahwa dengan pendidikan sebagai alat, manusia dapat menjadi “the masters, not
the slaves. Of social as well as other kinds of natural change”.
C. Perkembangan aliran
progresivisme
Meskipun
pragmatisme – progresivisme sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas
pada pertengahan abad ke- 19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik
jauh ke belakang sampai pada zaman Yunani purba. Misalnya Heraclitus (+_ 544 –
484), Socrates (469- 399), Protagoras (480 -410), dan Aristoteles mengemukakan pendapat yang dapat dianggap
sebagai unsur – unsur yang ikut menyebabkan terjadinya sikap jiwa yang disebut
pragmatisme-progresivisme. Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama
dari realita ialah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini,
semuanya berubah – ubah, kecuali asas perubahan itu sendiri. Socrates berusaha
mempersatukan epistemology dengan axiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan
ialah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari dengan kekuatan
intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan
kebajikan (perbuatan yang baik). Ia percaya bahwa manusia sanggup melakukan
yang terbaik. Protagoras seorang sophis, mengajarkan bahwa kebenaran atau norma
dan nilai (value) tidak bersifat mutlak, melainkan relative, yaitu bergantung
pada waktu dan tempat. Aritoteles menyarankan moderasi dan kompromi (jalan
tengah bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan.
Dalam asas modern – sajak abad ke-16 – Francis Bacon, John Locke, Rousseau,
Kant dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang – penyumbang pikiran dalam
proses terjadinya aliran pragmatisme – progresivisme. Francis bacon memberikan
sumbangan dengan usahanya untuk memperbaiki dan memperhalus metode experimental
(metode ilmiah dalam pengetahuan alam). John Locke, dengan ajarannya kebebasan
politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa kebaikan berada dalam diri manusia
melulu karena kodrat yang baik dari para manusia. Menurut rousseau manusia
lahir sebagai makhluk yang baik. Kant memuliakan manusia, menjunjung tinggi
akan kepribadian manusia, member martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi.
Hegel mengajarkan, bahwa alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada
dalam keadaan gerak, dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada
hentinya.
Dalam abad ke 19 dan 20 ini tokoh – tokoh pragmatisme terutama terdapat di
Amerika Serikat. Thomas pine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada
pragmatisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap
sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S. Peirce mengemukakan teori
tentang pikiran dan hal berppikir : pikiran itu hanya berguna dan berarti bagi
manusia apabila pikiran itu “bekerja”, yaitu memberikan pengalaman (hasil)
baginya. Fungsi berfikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk
berbuat. Perasaan dan gerak jasmaniah (perbuatan) adalah manifestasi –
manifestasi yang khas dari aktivitas manusia dan kedua hal itu tak dapat
dipisahkan dari kegiatan intelek (berfikir). Jika dipisahkan, perasaan dan
perbuata menjadi abstrak dan dapat menyesatkan manusia. Tokoh pragmatisme yang
lebih terkenal ialah William James dan John dewey.
D. Keyakinan –
keyakinan progresivisme tentang pendidikan
Istilah progresivisme dalam bagian ini akan dipakai dalam hubungannya dalam
pendidikan, dan menunjukkan sekelompok
keyakinan – keyakinan yang tersusun secara harmonis dan sistematis dalam
hal mendidik. Keyakinan – keyakinan mana didasarkan pada sekelompok keyakinan –
keyakinan filsafat yang lazim disebut orang pragmatisme, instrumentalisme, dan
eksperimentalisme.
Perlu diketahui bahwa pragmatisme sabagai filsafat dan progresivisme
sabagai pendidikan erat sekali hubungannya dengan kepercayaan yang sangat luas
dari John Dewey dalam lapangan pendidikan. Hal ini dengan jelas dapat
ditelusuri lewat bukunya democrazy and education. Dalam bukunya inilah Dewey
memperlihatkan keyakinan – keyakinan dan wawasan – wawasannya tentang
pendidikan, serta memperaktekkan – praktekkannya di sekolah – sekolah yang ia
dirikan. Menurut Dewey tujuan umum
pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebih
mengutamakan bidang – bidang study IPA, seperti sejarah, keterampilan, dan hal
– hal yang berguna dan langsung dirasakan oleh masyarakat. Metode scientific
lebih dipentingkan, dan bukan metode memorisasi seperti pada aliran
esensialisme. Praktek kerja di laboratorium, di bengkel, di kebun (lapangan) merupakan
kegiatan yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya “learning by doing”.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan secara
terpisah, melainkan harus diusahakan terintegrasi dalam unit. Karena perubahan
yang selalu terjadi maka diperlukan fleksibilitas dalam pelaksanaannya, dalam
arti tidak kaku, tidak menghindar dari perubahan, tidak terikat oleh doktrin
tertentu, bersifat ingin tahu, toleran, dan berpandangan luas serta terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Theodore Brameld, The Pattern of Educational Philosophy,
The Mac. Milan Company, New York, 1956.
2.
Joe Park, Selected Readings in Philosophy of Education, New York, Mac. Milan
Publishing Co,Inc. 1974.
3.
John Dewey, Democracy and Education, New York, the Free press, 1966 .
4.
Drijarkara Sj,
Prof. Dr, Filsafat Manusia, Yogya,
Yayasan – Kanisius, 1978.
5.
Mukhtar Yahya, Filsafat Pendidikan Islam, Sekretariat
SPS, Yogyakarta, 1981.
Langganan:
Postingan (Atom)