home

Minggu, 23 Juni 2013

BAB 11
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aliran Progresivisme
Aliran Progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh pada abad ke 20 ini. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia, terlebih lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progresivisme ini.
Biasanya aliran progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal  “The liberal road to culture”.[1]  Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : fleksibel ( tidak kaku, tidak menolak perubahan, dan tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), curious ( ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).
B.     Sifat – sifat Aliran Progresivisme
Sifat – sifat umum aliran progresivisme dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok : (a) sifat –sifat negative, dan (b) sifat- sifat positif.
Sifat itu dikatakan negative dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoriterisme dan absolutism dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika, dan epistimologi. Positif dalam arti, bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan – kekuatan yang diwarisi oleh manusi sejak ia lahir – man’s natural powers. Terutama yang dimaksud ialah kekuatan – kekuata manusi untuk terus – menerus melawan dan mengatasi kekuatan – kekuatan, takhayul – takhayul dan kegawatan – kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam.
Istilah filsafat yang biasanya dipakai untuk menggambarkan pandangan hidup yang demikian disebut pragmatism. Dalam lapangan pendidikan lebih lazim dipakai istilah – istilah “instumentalisme” dan “experimentalisme”. Dalam arti terbatas pragmatisme adalah suatu teori pikir. Menurut John dewey pradmatisme ialah : “the rule of referring all thinking……………… to consequences for final meaning and test”,[2]) untuk mengetahui apakah pikir itu benar, perlu dilihat hasil pikiran itu. Jika pikiran itu berhasil, mempunyai arti bagi si pemikir, maka pikiran itu benar. Ini berarti pragmatism, dipakai dalam arti yang luas, menurut Dewey. Akan tetapi lazim juga istilah pragmatisme yaitu meliputi sekelompok keyakinan – keyakinan filsafat mengenai  alam dan filsafat.
Progresivisme yakni bahwa manusia mempunyai kesanggupan – kesanggupan untuk mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup meresapi rahasia – rahasia alam, sanggup menguasai alam. Akan tetapi di samping keyakinan – keyakinan ini ada juga kesangsian. Dapatkah manusia menggunakan kecakapannya dalam ilmu – ilmu pengetahuan alam, juga dalam ilmu pengetahuan social? Dalam masyarakat social? Dalam hubungannya sesama manusia? Pragmatisme ( dan progresivisme) yakni bahwa manusi mempunyai kesanggupan itu dalam hal ini, di sini timbul sedikit kesangsian. Tetapi, meskipun demikian progresivisme tetap bersikap optimis, tetap percaya bahwa manusia dapat menguasai seluruh lingkungannya, lingkungan alam dan lingkungan social.
Maka tugas tugas pendidikan menurut pragmatisme,  ialah meneliti sejelas – jelasnya kesanggupan – kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan – kesanggupan itu dalam pekerjaan praktis. Yang dimaksud di sini ialah, bahwa manusia hendaknya mempekerjakan ide – ide atau pikiran – pikirannya. Manusia tidak hendaknya berfikir melulu untuk kesenangan berfikir saja, manusia hendaknya berfikir untuk berbuat. Pragmatisme menolak “pure intellectulisme”. Bagi para pragmatisme, jiwa dan pikiran manusia dipakai menghadapi tugas hidup yang maha besar. Pragmatisme menolak pendapat, bahwa manusia itu tidak berdaya ; bahwa manusia hanya dapat menyerah saja kepada kekuatan – kekuatan  yang ada dalam lingkungannya. Pragmatisme berpendapat bahwa pendidikan  adalah alat kebudayaan yang paling baik. Bahwa dengan pendidikan sebagai alat, manusia dapat menjadi “the masters, not the slaves. Of social as well as other kinds of natural change”.
C.    Perkembangan aliran progresivisme
Meskipun pragmatisme – progresivisme sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke- 19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh ke belakang sampai pada zaman Yunani purba. Misalnya Heraclitus (+_ 544 – 484), Socrates (469- 399), Protagoras (480 -410), dan Aristoteles  mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai unsur – unsur yang ikut menyebabkan terjadinya sikap jiwa yang disebut pragmatisme-progresivisme. Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama dari realita ialah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini, semuanya berubah – ubah, kecuali asas perubahan itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan epistemology dengan axiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan ialah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari dengan kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan kebajikan (perbuatan yang baik). Ia percaya bahwa manusia sanggup melakukan yang terbaik. Protagoras seorang sophis, mengajarkan bahwa kebenaran atau norma dan nilai (value) tidak bersifat mutlak, melainkan relative, yaitu bergantung pada waktu dan tempat. Aritoteles menyarankan moderasi dan kompromi (jalan tengah bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan.
Dalam asas modern – sajak abad ke-16 – Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang – penyumbang pikiran dalam proses terjadinya aliran pragmatisme – progresivisme. Francis bacon memberikan sumbangan dengan usahanya untuk memperbaiki dan memperhalus metode experimental (metode ilmiah dalam pengetahuan alam). John Locke, dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa kebaikan berada dalam diri manusia melulu karena kodrat yang baik dari para manusia. Menurut rousseau manusia lahir sebagai makhluk yang baik. Kant memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia, member martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan, bahwa alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan gerak, dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya.
Dalam abad ke 19 dan 20 ini tokoh – tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas pine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S. Peirce mengemukakan teori tentang pikiran dan hal berppikir : pikiran itu hanya berguna dan berarti bagi manusia apabila pikiran itu “bekerja”, yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berfikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk berbuat. Perasaan dan gerak jasmaniah (perbuatan) adalah manifestasi – manifestasi yang khas dari aktivitas manusia dan kedua hal itu tak dapat dipisahkan dari kegiatan intelek (berfikir). Jika dipisahkan, perasaan dan perbuata menjadi abstrak dan dapat menyesatkan manusia. Tokoh pragmatisme yang lebih terkenal ialah William James dan John dewey.
D.    Keyakinan – keyakinan progresivisme tentang pendidikan
Istilah progresivisme dalam bagian ini akan dipakai dalam hubungannya dalam pendidikan, dan menunjukkan sekelompok  keyakinan – keyakinan yang tersusun secara harmonis dan sistematis dalam hal mendidik. Keyakinan – keyakinan mana didasarkan pada sekelompok keyakinan – keyakinan filsafat yang lazim disebut orang pragmatisme, instrumentalisme, dan eksperimentalisme.
Perlu diketahui bahwa pragmatisme sabagai filsafat dan progresivisme sabagai pendidikan erat sekali hubungannya dengan kepercayaan yang sangat luas dari John Dewey dalam lapangan pendidikan. Hal ini dengan jelas dapat ditelusuri lewat bukunya democrazy and education. Dalam bukunya inilah Dewey memperlihatkan keyakinan – keyakinan dan wawasan – wawasannya tentang pendidikan, serta memperaktekkan – praktekkannya di sekolah – sekolah yang ia dirikan.  Menurut Dewey tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang – bidang study IPA, seperti sejarah, keterampilan, dan hal – hal yang berguna dan langsung dirasakan oleh masyarakat. Metode scientific lebih dipentingkan, dan bukan metode memorisasi seperti pada aliran esensialisme. Praktek kerja di laboratorium, di bengkel, di kebun (lapangan) merupakan kegiatan yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya “learning by doing”. Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan secara terpisah, melainkan harus diusahakan terintegrasi dalam unit. Karena perubahan yang selalu terjadi maka diperlukan fleksibilitas dalam pelaksanaannya, dalam arti tidak kaku, tidak menghindar dari perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu, bersifat ingin tahu, toleran, dan berpandangan luas serta terbuka.




 DAFTAR PUSTAKA

1.      Theodore Brameld, The Pattern of Educational Philosophy, The Mac. Milan Company, New York, 1956.
2.      Joe Park, Selected Readings in Philosophy of Education, New York, Mac. Milan Publishing Co,Inc. 1974.
3.      John Dewey, Democracy and Education, New York, the Free press, 1966 .
4.      Drijarkara Sj, Prof. Dr, Filsafat Manusia, Yogya, Yayasan – Kanisius, 1978.
5.      Mukhtar Yahya, Filsafat Pendidikan Islam, Sekretariat SPS, Yogyakarta, 1981.



[1]. Theodore Brameld, The Pattern of Educational Philosophy, The Mac. Milan company, New York, 1956.
[2]. Joe Park, Selected Readings in Philosophy of Education, New York, Mac. Milan Publishing Co,Inc. 1974.

1 komentar:

  1. Casino site. Deposit at Slots4Fun.com - LuckyClub
    Slots4Fun.com offers everything luckyclub you need to know about Casino, including all you need to know about slots, casino games, and more!

    BalasHapus